Konten Vertikal, Strategi Naikin CTR di Era Mobile-First

A. | Kenapa Konten Vertikal Jadi Primadona?

Konten vertikal (rasio 9:16) dirancang untuk memenuhi layar smartphone secara penuh. Ini menciptakan pengalaman menonton yang lebih imersif tanpa perlu memutar perangkat. Ketika sebuah video vertikal muncul di feed pengguna, perhatian mereka langsung tertuju tanpa distraksi elemen lain di layar.

Platform besar seperti TikTok bahkan mengatur algoritmanya untuk memprioritaskan konten yang mampu menahan perhatian dalam 3 detik pertama. Ini artinya, brand yang mampu mengoptimalkan konten vertikal singkat namun memikat memiliki peluang besar untuk mendapatkan impresi, interaksi, hingga konversi yang lebih tinggi.

B. | Konten Vertikal dan Peningkatan CTR

konten vertikal

CTR atau rasio klik tayang merupakan salah satu metrik kunci dalam digital marketing. Konten yang engaging akan mendorong pengguna untuk melakukan klik, baik itu ke profil brand, website, atau tombol “Beli Sekarang.” Dalam berbagai studi, konten vertikal terbukti meningkatkan CTR hingga 2x lipat dibandingkan format horizontal di kanal mobile-first.

Beberapa alasannya antara lain:

  • Lebih natural bagi pengguna mobile
    Pengguna tidak perlu memiringkan layar. Konten langsung tampil penuh dan fokus.
  • Lebih cepat menarik perhatian
    Dengan durasi pendek (15–60 detik), konten vertikal menuntut brand untuk langsung menyampaikan inti pesan.
  • Visual dominan
    Fokus utama ada pada visual dan storytelling cepat, bukan pada teks panjang atau narasi lambat.

C. | Bagaimana Brand Bisa Memanfaatkannya?

Agar berhasil dalam strategi konten vertikal, brand perlu menggabungkan kreativitas, kecepatan, dan keaslian. Berikut beberapa langkah konkret:

1. Optimalkan Hook 3 Detik Pertama
Jangan buang waktu dengan intro bertele-tele. Tampilkan sesuatu yang langsung menarik, lucu, atau bikin penasaran.
2. Gunakan Bahasa Visual yang Kuat
Konten vertikal idealnya memuat teks singkat, ekspresi wajah, gestur, dan motion graphic yang dinamis.
3. Sesuaikan dengan Platform

  • TikTok: Utamakan tren, musik, dan gaya storytelling yang ringan.
  • Reels: Cocok untuk behind-the-scenes, showcase produk, atau edukasi cepat.
  • Shorts: Lebih fokus ke hiburan singkat atau teaser campaign.

4. CTA yang Jelas dan Cepat
Sisipkan call-to-action dalam durasi pendek. Misalnya, “Klik link bio sekarang,” atau “Geser untuk tahu lebih lanjut.”
5. Uji A/B Secara Konsisten
Coba berbagai gaya konten: tutorial, user-generated content (UGC), mini-drama, atau explainer. Pantau CTR dan sesuaikan arah kreatif.

D. | Contoh Nyata: Brand yang Berhasil

Beberapa brand lokal dan global telah memanfaatkan konten vertikal dengan sukses:

  • Skincare lokal memanfaatkan Reels untuk edukasi 30 detik tentang ingredients, hasilnya CTR meningkat 40%.
  • F&B brand gunakan TikTok dengan gaya kasual dan voice-over lucu, berhasil menjaring traffic 2x lipat ke link Shopee mereka.
  • E-commerce menjalankan kampanye Shorts berisi “unboxing singkat”, CTR meningkat signifikan pada hari promo.

E. | Adaptasi atau Tertinggal

Format vertikal bukan hanya soal gaya baru, tapi tentang bagaimana brand berbicara dalam bahasa yang audiensnya pahami di era mobile-first. Jika dulu fokus konten adalah visual besar dan narasi panjang, kini storytelling cepat, personal, dan efisien jadi kunci.

Brand yang tidak segera beradaptasi dengan konten vertikal berisiko kehilangan relevansi di mata pengguna mobile. Namun, bagi yang mampu menguasainya, konten vertikal adalah jalan cepat untuk meningkatkan CTR, brand engagement, dan konversi.

AI mendominasi pembelian iklan digital

Tak hanya sekadar mengikuti tren, konten vertikal adalah bentuk adaptasi nyata terhadap perilaku konsumen yang makin dinamis. Lewat format ini, brand bisa membangun koneksi emosional lebih cepat, menyampaikan pesan secara langsung, dan hadir tepat di tempat di mana perhatian audiens berada di layar ponsel mereka.

Saatnya optimalkan strategi kontenmu. Buat audiens terpikat dari layar pertama secara vertikal.