|
Tren Digital Marketing Untuk 2022
Keberhasilan pemasaran digital membutuhkan perpaduan unik antara ilmuwan data dan marketer yang kreatif. Inilah cara membantu tim marketing untuk melakukan pekerjaan terbaik mereka.
Sebuah e-book baru dari MIT Initiative on the Digital Economy menyoroti pembelajaran dari MIT Chief Marketing Officer Summit 2022 yang diadakan musim semi ini. Pesan utama untuk eksekutif pemasaran: Tambahkan data, analitik, dan algoritma untuk menjangkau konsumen modern yang terhubung secara sosial dengan lebih baik.
Berikut adalah tren pemasaran digital teratas peneliti MIT Sloan untuk tahun 2022:
Munculnya media digital telah menjungkirbalikkan proses kuno dalam tekhnik pemasaran dan periklanan. Teknologi pemasaran digital sekarang menjadi persyaratan untuk mengidentifikasi, menarik, dan mempertahankan pelanggan di dunia yang serba internet.
Konsumen di jaringan media digital dan media sosial yang luas
Konsumen saat ini membuat keputusan untuk mengenalkan brand mereka berdasarkan rangkaian jaringan yang terhubung secara digital yang sangat luas, dari Facebook hingga WhatsApp, dan terus berubah seiring waktu.
Karena konsumen di media sosial dipengaruhi oleh apa yang dipikirkan dalam sistem jejaring sosial tentang berbagai produk dan layananannya (tren yang disebut “bukti sosial”), pemasar harus menggunakan analisis terperinci untuk benar-benar memahami peran media sosial dalam pemasaran, mereka seperti dilansir menurut direktur IDE Sinan Aral.
Aral memeriksa 71 produk berbeda dalam 25 kategori yang dibeli oleh 30 juta orang di WeChat dan menemukan efek positif yang signifikan dari menyisipkan bukti keterlibatan jejaring sosial ke dalam iklan, meskipun efektivitasnya bervariasi.
Analisis video di TikTok, YouTube, dan media sosial lainnya
Influencer TikTok tampak besar, terutama dengan Gen Z. Masalahnya adalah apakah video influencer yang viral itu benar-benar diterjemahkan tanpa perhatian sehingga menjadi suatu penjualan.
Penelitian menunjukkan bahwa keterlibatan dan penampilan sebuah produk bukanlah faktor penting, ini lebih tentang apakah produk tersebut saling melengkapi atau selaras dengan iklan pada format video. Dan efeknya lebih terasa untuk “pembelian produk yang cenderung lebih impulsif, hedonis, dan harga yang lebih murah,” menurut penelitian yang dilakukan oleh asisten profesor Harvard Business School Jeremy Yang saat dia masih menjadi mahasiswa PhD di MIT.
Mengukur keterlibatan konsumen dengan mesin pembelajaran
Sebut saja tantangan “chip and dip”: seorang pemasar telah lama bergulat dengan cara menggabungkan barangnya, menemukan produk konsumen yang tepat untuk digabungkan untuk pembelian bersama dari berbagai macam. Dengan miliaran pilihan, penelitian ini menuntut dan berskala besar, dan analisis data dapat menjadi hal yang menakutkan.
Peneliti Madhav Kumar, kandidat PhD di MIT Sloan, mengembangkan kerangka kerja berbasis mesin pembelajaran yang mengolah ribuan skenario dilapangan untuk mengidentifikasi pasangan produk yang berhasil dan yang kurang berhasil.
“Kebijakan bundling yang dioptimalkan diharapkan dapat meningkatkan pendapatan sebesar 35%,” ujarnya.
Menggunakan pembelajaran mesin untuk memperkirakan hasil
Sebagian besar pemasar khawatir tentang retensi dan pendapatan, tetapi tanpa perkiraan yang baik, keputusan tentang intervensi pemasaran yang efektif dapat menjadi sewenang-wenang, kata Dean Eckles, pemimpin kelompok riset eksperimen sosial dan digital di IDE. Sebagai gantinya, perbarui penargetan pelanggan melalui penggunaan AI (sistem pakar) dan mesin pembelajaran untuk memperkirakan hasil dengan lebih cepat dan akurat.
Bekerja sama dengan Boston Globe, peneliti IDE mengambil pendekatan mesin pembelajaran statistik untuk menganalisis hasil penawaran diskon pada perilaku pelanggan setelah 90 hari pertama. Di prediksi penggantian jangka pendek sama akuratnya dengan prediksi yang dibuat setelah 18 bulan.
“Ada banyak nilai untuk menerapkan mesin pembelajaran statistik untuk memprediksi hasil jangka panjang dan sulit diukur,” kata Eckles.
Menambahkan “Gesekan yang baik” untuk mengurangi bias AI (sitem pakar)
Pemasar digital sering berbicara tentang mengurangi poin “Irisan” antar pelanggan dengan menggunakan AI (sistem pakar) dan otomatisasi untuk memudahkan pengalaman pelanggan. Tetapi banyak pemasar tidak memahami bias adalah faktor yang sangat nyata dengan AI, kata Renée Richardson Gosline, pemimpin Human/AI Interface Research Group di IDE. Alih-alih hanyut dalam “trend irisan”, pemasar harus memikirkan kapan dan di mana irisan benar-benar dapat memainkan peran positif.
“Gunakan irisan untuk menginterupsi penggunaan algoritma yang otomatis dan berpotensi tidak kritis,” kata Gosline. “Menggunakan AI dengan cara yang tepat dan berpusat pada manusia sebagai lawan eksploitatif akan menjadi keuntungan strategis sejati” untuk strategi pemasaran. (*)